Bab 86
Bab 86
Harvey memandangi apartemen yang tidak terlalu besar itu, di mana—mana ada bayangan Selena. Perasaan Harvey menjadi campur aduk saat melihat tempat tidur bayi yang diletakkan di kamar. Ini adalah satu-satunya barang yang dibawa Selena dari rumahnya.
Ketika Selena melompat dari gedung, Harvey tanpa ragu-ragu ikut melompat bersamanya. Pada saat itulah seketika dia menyadari satu hal.
Tidak peduli seberapa pun bencinya Harvey terhadap Selena, Harvey tetap tidak bisa melepaskan cintanya pada Selena. Antara cinta dan benci, dua jenis emosi yang kompleks ini terjalin bersama.
Bagaikan ada tali berduri yang melilit mereka berdua dengan erat, sampai mereka berdua berlumuran darah dan tidak bisa dilepaskan.
Harvey bagaikan mendorong Selena ke jurang selangkah demi selangkah, tetapi dia sendiri juga sedang berdiri di tepi jurang yang goyah.
Harvey mengambil mainan mewah dari tempat tidur, lalu terpikir Selena yang selama dua tahun
terakhir ini, setiap malam hanya bisa tidur sambil memeluk mainan itu.
Jika peristiwa itu tidak terjadi, Harvey akan menjadi suami dan ayah yang baik.
“Selena, setiap kali aku menyebut namamu, cintaku yang tak terhingga untukmu masih
bergelora di bibirku,” ungkap Harvey dalam hati.
Harvey sama sekali tidak mampu untuk meninggalkan Selena sepenuhnya.
Setelah berada di kamar mandi cukup lama, Selena akhirnya merasa sedikit lebih baik.
Selena perlahan-lahan berusaha bangkit berdiri dari lantai, lalu dia berjalan selangkah demi
selangkah menuju ke ruang tamu dengan sekujur tubuhnya yang gemetar.
Dia awalnya mengira Harvey yang biasanya sangat menghargai waktu, sudah pergi sejak tadi.
Ketika mendongak, dia melihat seseorang sedang bersandar di balkon.
Api di antara dua jarinya terus berkelap—kelip. Kecanduan Harvey pada rokok tampaknya lebih
parah dari sebelumnya.
Hal yang mengejutkan Selena adalah Harvey ternyata masih belum pergi.
Apakah Harvey sedang menunggu untuk menodai dirinya?
Saat memikirkan hal itu,/mata Selena menjadi suram. Dia mengambil segelas air hangat untuk membasahi tenggorokannya. Lalu dia berjalan perlahan ke arah Harvey.
Di sini atau di tempat tidur?” Selena berbicara dengan nada dingin, seolah—olah itu adalah tugas rutinnya.
Harvey pun mendongak. Tatapannya jatuh ke wajah Selena yang pucat pasi. Kemudian Harvey mengembuskan asap rokok sambil berkata, “Di matamu, apakah aku hanya seorang pria berengsek?”
“Jika tidak mau, aku mau tidur saja, Kamu lakukan saja yang ingin kamu lakukan,” kata Selena sambil mengerutkan wajahnya. Syukurlah dirinya bisa lolos dari bahaya, sekarang dia hanya ingin beristirahat dengan baik.
Setelah mendengar suara Selena menutup pintu, Harvey menggoyangkan abu rokoknya. Jelas- jelas ini adalah hubungan yang Harvey inginkan.
Mengapa Harvey malah begitu tidak senang? Apakah karena tatapan Selena saat melihat matanya sudah tidak tampak cahaya lagi di dalamnya?
Harvey membuka pintu dan melihat Selena meringkuk di tempat tidur kecil. Tubuh Selena yang kurus memenuhi tempat tidur kecil itu, bahkan dia harus meringkuk untuk bisa tidur.
Namun, hanya dengan cara itulah dia merasa aman.
Dalam kegelapan, Harvey berdiri di depan tempat tidur kecil hingga cukup lama. Dia menatap Selena, tetapi Selena benar— benar kelelahan sampai malas untuk memedulikan Harvey. Dia tertidur dengan memanfaatkan efek alkohol yang belum hilang. Sampai keesokan paginya, ketika dia bangun, ternyata Harvey berada di ranjang kamar
utama.
Jarang sekali Harvey tidak mengejek atau menyindir dirinya. Harvey pun hanya pergi ke kamar
mandi untuk mandi seperti biasa.NôvelD(ram)a.ôrg owns this content.
Pada saat ini, bel pintu berdering. Selena membuka pintu sambil menguap, dia masih
mengenakan pakaian tidur.
Lewis berdiri di luar. Tangannya membawa beberapa barang untuk keperluan Tahun Baru.
“Sebentar lagi Tahun Baru, aku membeli beberapa barang untukmu.”
“Kak Lewis, tidak perlu. Aku
Belum selesai Selena berbicara, pintu kamar mandi sudah terbuka. Harvey keluar dengan hanya mengenakan handuk, kepalanya masih basah kuyup.
Bab 87