Bab 1360
Bab 1360
Bab 1360 Peramal Dewa Yang Hebat
Ini adalah pasar lama seperti pada tahun 1990–an dan ada berbagai macam barang yang dijual di
dalam sana.
Dengan ekspresi ragu di wajahnya lalu Reva mengikuti sang pangeran hingga ke ujung pasar.
Di ujung tempat ini ada sebuah stan.
Di sebelah stan itu tampak ada sebuah spanduk yang bertuliskan “Peramal Dewa Yang Hebat!”
Tampak bahwa si pemilik stan itu adalah seorang pria paruh baya dengan rambut yang tampak berminyak.
Dengan kumisnya yang hanya beberapa helai, matanya yang kecil serta mulutnya yang dipenuhi dengan gigi kuning yang besar–besar.
Dan yang terpenting adalah rambutnya yang berminyak itu dibelah tengah sehingga dia benar- benar tampak seperti seorang pengkhianat yang diusir pergi.
Dia membelai janggutnya dengan kedau tangannya dan menatap orang–orang yang lewat di sana dengan mata jahat, terutama kepada pantat – pantat gadis yang lewat di sana.
Asalkan ada seorang gadis dengan pantat yang agak besar sedikit saja, dia akan menatapnya dan memperhatikannya hingga gadis itu pergi jauh.
Kalau gadis itu menghampiri stannya, dia akan mencari kesempatan untuk berbicara dengannya. “Nona, aku lihat auramu ditutupi dengan awan gelap. Aku khawatir ada bencana berdarah yang mengancammu belakangan ini.”
“Bagaimana kalau aku membantumu untuk menerawangnya?”
“Aku bisa menerawang dan mengetahui rahasia – rahasia masa depan dengan ilmu firasatku untuk menyelamatkan manusia – manusia di dunia ini. Ini adalah jodoh karena kita bisa saling bertemu di sini, jadi jangan lewatkan kesempatan ini.” Copyright by Nôv/elDrama.Org.
Dengan berkata seperti itu maka citra dirinya juga tidak akan membuat para gadis–gadis itu merasa takut kepadanya.
Sang pangeran memimpin Reva berjalan ke stan itu lalu sambil tersenyum dia duduk di sana.
“Pak tua Miki, coba bantu aku ramal bagaimana keberuntunganku belakangan ini?”
Begitu si pemilik stan itu melihat sang pangeran dia langsung menoleh ke belakang seolah sedang
mencari sesuatu.
Akhirnya dia menggeleng–gelengkan kepalanya dengan kecewa, “Kenapa kau yang datang ke
sini?”
“Mana mamamu?”
Kalau digantikan dengan orang lain yang bertanya tentang mamanya pangeran itu maka sang pangeran pasti sudah langsung membunuh orangnya saat itu juga.
Namun, sang pangeran cukup toleran terhadap si pemilik stan ini.
Saat mendengar pertanyaannya, sang pangeran tidak hanya tidak marah tetapi dia malah tersenyum dan berkata, “Mamaku tidak ikut datang!”
“Tetapi dia bilang, kalau kau berani menatapnya lagi, dia pasti akan mencungkil bola matamu untuk dibawa pulang dan diminum olehnya!”
Si pemilik stan itu bersandar di kursi lalu sambil tersenyum dia berkata, “Tidak masalah.”
“Dengan begitu, aku jadi bisa menatapnya terus setiap hari!”
“Seperti kata orang, sudah jadi setan pun masih tetap berada di sampingnya untuk menemaninya!”
“Hahaha….”
Sang pangeran memutar matanya namun dia tidak marah.
Reva tampak tercengang. Ini adalah pertama kalinya dia melihat sang pangeran begitu toleran terhadap seseorang.
Harus diingat bahwa sang pangeran memiliki perangai yang aneh dan sangat berbahaya. Siapapun yang berani tidak menghormati mamanya pasti akan dibunuh!
Sedangkan si pemilik stan yang terlihat biasa–biasa saja ini malah bisa membuat sang pangeran begitu toleran terhadapnya? Orang macam apa dia ini?
“Reva, mari aku perkenalkan kepadamu.”
“Ini adalah Miki, si peramal dewa.”
“Pak tua Miki, ini temanku, Reva!”
Ujar sang pangeran.
Miki sama sekali tidak mengangkat kepalanya. Dia hanya memiringkan kakinya dan berkata, “Kalau tidak ada apa–apa, enyahlah.”
“Jangan membuang buang waktuku di sini.”
“Mana ada orang bodoh dan buta yang mau berteman dengan orang seperti kau ini?”
Sang pangeran tidak marah dan dia langsung berkata, “Semalam, temanku hendak dibunuh.”
“Namun, aku sudah memeriksa keenam provinsi di selatan ini dan tidak menemukan si pembunuhnya.”
“Coba kau bantu aku untuk menerawangnya, siapa orang yang melakukan hal ini?”
Reva menjadi lebih heran lagi dibuatnya. Miki bisa menemukan hal–hal yang bahkan tidak bisa ditemukan oleh sang pangeran?
Pada saat itu barulah Miki membuka matanya dan bertanya dengan bingung, “Pembunuhnya dari luar perbatasan provinsi selatan?”
“Siapakah temanmu ini?”
“Hingga perlu memanggil pembunuh dari tempat lain?”
Setelah berbicara lalu dia menatap Reva.
Hanya dengan satu tatapan itu saja, air mukanya langsung berubah.
Dia langsung berseru sambil menunjuk ke Reva dengan cemas, “Kau… kau… kau….”
Sang pangeran terkejut, “Ada apa?”
Miki tampak seperti baru saja melihat hantu dan beberapa saat kemudian dia berkata dengan penuh semangat. “Namamu Reva?”
Reva mengangguk dan tampak agak bingung.
Miki menarik nafas dalam – dalam dan bertanya, “Si… siapa nama papamu?”